Senin, 22 April 2013

MAKALAH SUKU BAJO


BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan perairan laut teritorial (3,2 juta km2) terluas di dunia (belum termasuk 2,9 juta km2 perairan zona ekonomi eksklusif, terluas ke-12 di dunia), dan 95.108 km garis pantai yang terpanjang kelima di dunia. Perairan laut Indonesia memiliki posisi geografis strategis sebagai jalur komersial dan militer dan merupakan lintasan jalur pelayaran penghubung Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia dan Benua Asia dengan Benua Australia. Potensi sumber daya alam hayati dan nonhayati maritim Indonesia sangat besar dan beragam, cakupan teritori yang luas dan posisi geografis yang terletak di lintasan khatulistiwa di antara dua samudra menyediakan kekayaan sumber daya alam sekaligus peran global yang sangat besar di seluruh dimensi kemaritimannya. Selain itu, Indonesia memiliki batas-batas wilayah laut dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, PNG, Australia, Timor Timur, dan Palau. Sementara wilayah darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga hanya dua, yakni Malaysia di Kalimantan dan PNG di Papua. Penetapan dan penegakan batas wilayah tentunya merupakan hal yang sangat krusial, karena menyangkut kedaulatan wilayah, aspek perekonomian (pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan), aspek pertahanan keamanan dan stabilitas kawasan. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memiliki luas laut 75 persen dari luas daratan.Indonesia memiliki banyak pulau yang tersebar di seluruh nusantara.Berdasarkan data terakhir tahun 2004 yang dirilis oleh Departemen Dalam Negeri (sekarang Kementerian Dalam Negeri), jumlah pulau di indonesia adalah sebanyak 17.504 buah (menurut sumber lain sebanyak 17.508 buah). Sebanyak 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 pulau belum memiliki nama.Dari,pulau-pulau tersebut terdapat berbagai macam suku.Berdasarkan data dari Sensus Penduduk terakhir yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Republik indonesia, diketahui jumlah suku di Indonesia yang berhasil terdata sebanyak 1.128 suku bangsa. Namun, jumlah tersebut bisa saja kurang dari jumlah yang sebenarnya, hal ini dikarenakan luas wilayah Indonesia yang begitu luas dan terdapat beberapa wilayah pedalaman yang masih sulit dijangkau.Salah satunya adalah Suku bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pelaut-pelaut yang tangguh. Namun, sejarah lebih mengenal suku Makassar, suku Bugis, atau suku Mandar, sebagai raja di lautan. Padahal, suku Bajo pernah disebut-sebut pernah menjadi bagian dari Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya. Sehingga, ketangguhan dan keterampilannya mengarungi samudera jelas tidak terbantahkan.Oleh,karena itu kami membuat makalah yang berjudul “Suku Bajo” untuk membahas lebih lanjut suku tersebut. B.Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini ,yaitu : 1.Bagaimana pengelompokan yang ada dalam Suku Bajo? 2.Bagaimana asal usul dan penyebaran Suku Bajo ? 3.Bagaimana kehidupan masyarakat Suku Bajo ? 4.Apa keistimewaan Suku Bajo ? C.Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini yaitu : 1.Untuk mengetahui pengelompokan Suku Bajo. 2.Untuk mengetahui asal usul dan penyebaran Suku Bajo. 3.Untuk mengetahui kehidupan masyarakat Suku Bajo. 4.Untuk mengetahui keistimewaan Suku bajo. BAB II PEMBAHASAN A.Pengelompokan Suku Bajo Sejumlah antropolog mencatat, suku Bajo lari ke laut karena mereka menghindari perang dan kericuhan di darat. Sejak itu, bermunculan manusia-manusia perahu yang sepenuhnya hidup di atas air. Nama suku Bajo diberikan oleh warga suku lain di Pulau Sulawesi sendiri atau di luar Pulau Sulawesi. Sedangkan warga suku Bajo menyebutnya dirinya sebagai suku Same. Dan, mereka menyebut warga di luar sukunya sebagai suku Bagai. Nama “bajo” sendiri ada yang mengartikannya secara negatif, yakni perompak atau bajak laut. Menurut cerita tutur yang berkembang di kalangan antropolog, kalangan perompak di zaman dulu diyakini berasal dari suku Same. Sejak itu, orang-orang menyebut suku Same sebagai suku Bajo. Artinya, suku Perompak.Namun, nama suku Bajo itu lebih terkenal dan menyebar hingga ke seluruh nusantara. Sehingga, suku laut apa pun di bumi nusantara ini kerap di sama artikan sebagai suku Bajo. Namun, pemaknaan negatif tentang Suku Bajo menimbulkan polemik berkepanjangan. Banyak kalangan yang tidak menyetujui dan membantah arti “bajo” sebagai perompak atau bajak laut. Karena, itu sama artinya dengan menempatkan suku Bajo di tempat yang tidak semestinya dalam buku sejarah. Apa pun hasil akhir perdebatan itu, faktanya banyak juga kalangan antropolog yang sangat yakin dengan akurasi konotasi negatif itu. Perdebatan demi perdebatan tentang suatu masalah, justru tidak pernah menghasilkan kesimpulan yang sempurna. Sehingga, hanya kebingunganlah yang mesti dinikmati orang-orang yang berniat mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Termasuk juga tentang asal-muasal kata “bajo”. Pada suku Bajo dikenal empat kelompok masyarakat menurut kebiasaannya bernelayan, yakni kelompok lilibu, kelompok papongka, kelompok sakai, dan kelompok lame. Kelompok lilibu adalah suku Bajo yang biasanya bernelayan di laut hanya satu atau dua hari. Mereka menggunakan perahu soppe yang dikendalikan dayung. Setelah mendapat ikan, mereka kembali ke darat, untuk menjual hasil tangkapan atau menikmatinya bersama keluarga. Kelompok papongka berada di laut bisa sepekan atau dua pekan. Mereka menggunakan jenis perahu yang sama besarnya dengan kelompok lilibu. Sekadar perahu soppe. Bila dirasa telah memperoleh hasil atau kehabisan air bersih, mereka akan menyinggahi pulau-pulau terdekat. Setelah menjual ikan-ikan tangkapan dan mendapat air bersih, mereka pun kembali ke laut. Begitu seterusnya. Bedanya dengan kelompok lilibu, mereka baru akan pulau ke rumahnya setelah seminggu atau dua minggu mencari nafkah. Pada saat kembali ke rumah, sang nelayan biasanya membawa uang dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga,mereka tidak perlu lagi membawa tangkapan ikan. Kelompok sakai memiliki kebiasaan mencari ikan yang lebih dasyat lagi. Mereka tidak jauh berbeda dengan kelompok papongka. Namun, wilayah kerjanya lebih luas. Bila kelompok papongka hitungannya seluas provinsi, maka kelompok sakai hitungannya anta rprovinsi. Katakanlah, antarpulau. Sehingga, waktu yang dibutuhkan pun lebih lama. Mereka bisa berada di “tempat kerja”nya itu selama sebulan atau dua bulan. Karena itu, perahu yang digunakan pun lebih besar dan saat ini umumnya telah bermesin. Kelompok terakhir, kelompok lame bisa dikategorikan nelayan-nelayan yang lebih berkelas. Mereka menggunakan perahu besar dengan awak yang besar dan mesin bertenaga besar. Karena, mereka memang bakal mengarungi laut lepas hingga menjangkau negara lain. Dan, mereka bisa berada di lahan nafkahnya itu hingga berbulan-bulan. B.Asal-Usul Suku Bajo Dan Penyebarannya  Asal Usul Suku Bajo Suku Bajo dapat dikatakan sebagai salah satu suku terasing di Indonesia yang umumnya bertempat tinggal di laut. Suku Bajo merupakan suku laut yang berasal dari Johor Malaysia yang kemudian menyebar hingga ke Sulawesi, NTT, Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau sekitar di Indonesia. Bukti tersebut diperkuat dari segi budaya berpantun yang dimiliki oleh suku Bajo. Selain itu, Imam Masjid pertama di Kota Kendari adalah ulama dari etnis Bajo. Bisa jadi, suku Bajo dalam menyebarkan Islam ada kaitannya dengan Syaikh Abdul Wahid, seorang ulama dari Arab yang sebelum ke Nusantara, terlebih dahulu menyebarkan Islam di Johor Semenanjung Malaysia, dimana etnis Bajo berasal. Versi lain menyatakan, mereka berasal dari Vietnam dan Philipina. Hal tersebut didasarkan pada bahasa yang hampir mirip dengan masyarakat pesisir yang ada di Philipina dan Vietnam. Seluruh etnik Bajo di pantai manapun berada, mereka tetap menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Bajo. Di sisi lain terdapat argumen yang menyatakan bahwa suku Bajo berasal dari daerah di selatan Philipina dengan beranggapan dari kesamaan bahasa dari suku Bajo yang banyak menyerupai bahasa Togolog Philipina. Selain itu terdapat kesamaan bahasa dari suku Bajo yang berasal dari Vietnam maupun dari Indonesa dan Philipina sendiri. Versi lain dari asal usul suku Bajo adalah bahwa suku Bajo merupakan campuran dari Cina Selatan dan Kalimantan Timur. Versi ini, didasarkan pada mitos dan cerita rakyat yang berkembang pada masyarakat Bajo. Suatu ketika di masa silam, raja di Johor Malaysia kehilangan putrinya yang sedang bertamasya mengarungi lautan Nusantara. Dikabarkan, putri raja tersebut tenggelam di lautan lepas. Atas kejadian itu, Kerajaan Malaka memerintahkan seluruh prajuritnya untuk mencari putri raja. Mereka tidak diperbolehkan kembali, sebelum berhasil mendapatkan putri sang raja. Di sinilah dimulai sebuah perantauan tak berujung. Karena tidak berhasil menemukan putri raja yang tenggelam, maka para prajurit kerajaan Malaka memutuskan tidak kembali ke kerajaan dan berlayar kemana saja mengikuti arah angin. Hal ini menjadi cikal bakal suku Bajo yang kemudian tinggal di atas perahu dan berpindah-pindah dan menyebar hingga seluruh nusantara. Selain versi suku Bajo di atas, terdapat banyak versi lain yang memaparkan asal-usul dari suku bajo antara lain; 1. lontarak riolo peninggalan kerajaan Bone menyebutkan bahwa suku Bajo berasal dari daerah di selatan Afrika. Dalam lontarak tersebut terdapat banyak kata Bajo dan afrika sehingga dikaitkan sebagai asal dari suku ini. 2. suku Bajo berasal dari prajurit Malaka yang tidak menerima kehadiran Portugis di Malaka sehingga mereka menyebar ke kawasan Timur Nusantara, membentuk komunitas suku Bajo. 3. Salah satu Lontarak Bajo mengatakan bahwa suku Bajo berasal dari suku Makassar  Penyebaran Suku Bajo Pada umumnya istilah suku Bajo dipakai untuk orang-orang perahu penyeberang yang berkembang melintasi Laut Cina Selatan. Sehingga nenek moyang dari suku Bajo dikatakan sebagai manusia perahu. Mereka utamanya hidup dari Kepulauan Philipina hingga Pulau Kalimantan, dan dari Sulawesi serta Pulau-pulau Sunda hingga ke Kepulauan Mergui di bagian selatan Myanmar. Sekarang ini, hanya sejumlah kecil saja orang Bajo yang masih hidup di perahu, atau “suku nomaden laut”. Jumlah mereka berkurang drastis selama abad terakhir. Orang Bajo di Indonesia tinggal terutama di daerah kepulauan dan daerah-daerah pantai Sulawesi. Pemukiman mereka umumnya di dekat Bagai, Sula, dan kepulauan Togian, sepanjang selat Tiworo, di teluk Bone, dan sepanjang pantai Makassar. Pada abad 21 sekarang dengan perkembangan teknologi dan informasi atau globalisasi menyebabkan banyak dari suku Bajo yang sudah tidak bermukim di atas perahu dan mengapung pada samudera lepas. Selama satu abad terakhir, jumlah suku bajo berkurang drastis. Akan tetapi suku bajo mulai membentuk pemukiman tersendiri dan menyebar di banyak tempat di pesisir Indonesia, Malaysia, Brunei, Philipina, Vietnam, dan Thailand. Di Indonesia sendiri, letak persebaran suku Bajo, bermula dari Malaysia yang datang ke Sulawesi. Dari Sulawesi, suku Bajo menyebar ke Manado, Ambogaya, kalimantan, sulawesi tenggara, NTT, NTB, Papua, pesisir Sumatera dan tersebar banyak lagi di pulau-pulau terpencil di Nusantara. Salah satu persebaran dari suku Bajo antara lain perpindahan penduduk di pulau Nain dan pesisir Arakan (Rap-rap). Suku Bajo melakukan perpindahannya dari Gowa, Sulawesi Selatan, sekitar tahun 1698. Dengan menggunakan sembilan buah perahu, sebanyak 112 jiwa ini mulanya menetap di pesisir kampung Kima Bajo dan Talawaan Bajo. Di pesisir Minahasa, Pulau Sulawesi, ini mereka mendirikan daseng (rumah kecil dan sederhana di laut). Etnis pelaut ini juga ada yang menyebar di Burau, Kalimantan, dan Philipina. Kedatangan suku Bajo ini mencari kima (Tridacna spp) dan ikan. Setelah satu abad lebih mendiami pesisir kampung Kima Bajo, tahun 1823, orang Bajo ini pindah ke Pulau Nain. Selain itu, ada yang migrasi ke pesisir Likupang dan Bitung. Selanjutnya, dari Pulau Nain, beberapa keluarga Bajo ada yang mendirikan daseng di utara Pulau Mantehage dan pindah ke Rap-rap. Daerah Persebaran suku Bajo di wilayah Indonesia :  Jawa Timur Suku Bajo diperkirakan banyak terdapat di Kepulauan Kangean, Sumenep. Umumnya mereka tinggal di Pulau Sapeken, Pagerungan Besar, Pagerungan Kecil, Paliat dan pulau-pulau sekitarnya. Mereka tinggal bersama dengan suku Madura dan Bugis.  Bali Orang Bajo dari Kangean dan lain tidak bermukim secara eksklusif dibanding daerah lainnya. Kebanyakan ditemui di Singaraja dan Denpasar atau kawasan pantai membaur dengan masyarakat Bali dan Bugis. Ada yang tahu mungkin? Mohon bantuannya.  Nusa Tenggara Barat Suku Bajo di pulau Lombok ditemui disebuah kampung di Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur. Sedangkan di Pulau Sumbawa, mereka banyak dijumpai di Pulau Moyo dan sekitarnya, serta kawasan Bima di belahan timur Sumbawa.  Nusa Tenggara Timur Di Pulau Flores mereka dapat dijumpai di kawasan pesisir, mulai dari Kabupaten Manggarai Barat hingga Flores Timur (di sana ada kota bernama Labuhan Bajo yang diambil dari nama suku itu). Pemukiman mereka di Nusa Tenggara Timur antara lain di Lembata yakni di wilayah Balauring, Wairiang, Waijarang, Lalaba dan Lewoleba. Pulau Adonara : Meko, Sagu dan Waiwerang. Sedangkan sisanya bermukim di Pulau Solor, Alor dan Timor, terutama Timor Barat. Mereka sudah bermukim disana sejak ratusan tahun silam dan hidup rukun dengan penduduk setempat. Orang Bajo juga banyak dijumpai dikawasan sekitar Pulau Komodo dan Rinca.  Gorontalo Sepanjang pesisir Teluk Tomini, terpusat di wilayah Kabupaten Boalemo dan Gorontalo.  Sulawesi Tengah Kepulauan Togian di Teluk Tomini, Tojo Una-Una, Kepulauan Banggai. Selain itu dimungkinkan dijumpai di pesisir Kabupaten Toli-Toli, Parigi Moutong dan Poso.  Sulawesi Tenggara Terdapat di pesisir Konawe dan Kolaka (pulau utama). Di Pulau Muna (Desa Bangko, Kecamatan Baginti yang konon sudah ada sejak abad ke-16), Pulau Kabaena, Pulau Wolio, Pulau Buton, Kepulauan Wakatobi (Kaledupa, Binongko, Kapotta dan Tomea).  Sulawesi Selatan Terpusat di Kelurahan Bajoe, Kabupaten Bone. Orang Bajo banyak tinggal di kawasan sepanjang pesisir teluk Bone sejak ratusan tahun silam. Orang Bajo juga banyak bermukim di pulau-pulau sekitar Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua. C.Kehidupan Masyarakat Suku Bajo Bagi suku Bajo, Laut adalah sebuah masa lalu, kekinian dan harapan masa mendatang. Laut adalah segalanya, laut adalah kehidupanya, laut adalah ombok lao, atau raja laut. Sehingga filosofi tersebut berakibat pada penggolongan manusia dalam suku Bajo. suku Bajo, dalam menempatkan orang membaginya ke dalam dua kelompok, yaitu Sama‘ dan Bagai. Sama‘ adalah sebutan bagi mereka yang masih termasuk ke dalam suku Bajo sementara Bagai adalah suku di luar Bajo. Penggolongan tersebut telah memperlihatkan kehati-hatian dari suku Bajo untuk menerima orang baru. Mereka tidak mudah percaya sama pendatang baru. Meskipun Suku bajo beragama Islam, namun mereka masih hidup dalam dimensi leluhur. Budaya mantera mantera, sesajen serta kepercayaan roh jahat masih mendominasi kehidupan mereka. Peran dukun masih ada menyembuhkan penyakit serta untuk menolak bala atau memberikan ilmu ilmu.Orang Bajo sangat mempercayai setan setan yang berada di lingkungan sekitarnya. Rumah dan dapur dapur mereka. Mereka percaya pantangan pantangan larangan meminta kepada tetangga seperti minyak tanah, garam, air atau apapun setelah magrib. Mereka juga percaya dengan upacara tebus jiwa. Melempar sesajen ayam ke laut. Artinya kehidupan pasangan itu telah dipindahkan ke binatang sesaji. Ini misalnya dilakukan oleh pemuda yang ingin menikahi perempuan yang lebih tinggi status sosialnya. Masyarakat Suku Bajo menyebut rumah palemana atau rumah di atas perahu. Karena masyarakat Suku Bajo bermukim dan mencari nafkah diatas laut.Sehingga mereka mendapat julukan sebagai manusia perahu.Rumah orang orang bajo sangat jarang dipenuhi perabot furniture seperti kursi meja kecuali memang mereka orang terpandang seperti kepala desa, pemilik warung atau pedagang.Umumnya mereka duduk di lantai kayu yang tidak terlalu rapat sehingga kita bisa melihat air laut dan segala kehidupannya di bawah sana..Kamar mandi ini hanya semacam bilik terbuka, yang ditutupi kayu setinggi leher orang dewasa.. Pada pagi hari, laut surut dan airpun mengalir membawa segala jenis sampah, sisa kupasan kulit buah, juga kotoran manusia menuju laut lepas. Jika tidak sampah dan lain-lainnya hanya berputar putar dibawah kolong rumah. Tidak mengherankan, jika penyakit muntaber dan kolera sering kali menyerang penduduk .Air bersih merupakan persoalan utama perkampungan ini. Jika dulu mereka mengambil air tawar dari sungai dan mengisinya di drum- drum. Sekarang aliran air PAM di alirkan dari darat melalui pipa pipa bawah laut. Walau debit yang keluar sangat kecil. Jadi jika hujan turun, merupakan kebahagian bagi penduduk kampung untuk mengisi tempayan dan tempat penampungan air mereka.Menurut masyarakat suku bajo bahwa pemanasan global sekarang, orang-orang bajo kesulitan memantau perubahan iklim. Padahal biasanya mereka sangat presisi dalam mengantisipasi. Gelombang pasang, letusan gunung berapi bisa diprediksi jauh hari sebelumnya. Untuk berlayar di siang hari. Pada saat mereka tidak bisa melihat pantai, mereka mengandalkan ombak dan angin. Pada malam hari, bintang bintanglah yang menunjukan jalan. Mereka menyebut bintang itu mamau atau karangita. Mamau atau karangita bisa menjadi penunjuk arah yang dituju. Suku Bajo, memiliki keyakinan penuh atas sebuah ungkapan, bahwa Tuhan telah memberikan bumi dengan segala isinya untuk manusia. Keyakinan tersebut tertuang dalam satu Falsafah hidup masyarakat Bajo yaitu, ‘Papu Manak Ita Lino Bake isi-isina, kitanaja manusia mamikira bhatingga kolekna mangelolana‘, artinya Tuhan telah memberikan dunia ini dengan segala isinya, kita sebagai manusia yang memikirkan bagaimana cara memperoleh dan mempergunakannya. Sehingga laut dan hasilnya merupakan tempat meniti kehidupan dan mempertahankan diri sambil terus mewariskan budaya leluhur suku Bajo.Dalam suku Bajo, laki-laki atau pria biasa dipanggil dengan sebutan Lilla dan perempuan dengan sebutan Dinda.Suku Bajo hidup dari melaut,tidak mengherankan masyarakat Suku Bajo identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan.Pendidikan belum dipandang sebagai prioritas utama.Hal ini disebabkan oleh karena tradisi sebagai nelayan turun-temurun sangat kuat. Dalam suku ini, nelayan adalah pekerjaan satu-satunya. Itu membuat mereka cenderung tidak ingin keluar dari komunitas yang sudah terbangun sejak lama. Anak-anak Suku Bajo memang tidak didorong bersekolah oleh orang tuanya, sehingga mereka sangat tertinggal.Hal yang lainnya juga,ialah akses jalan untuk mencapai kawasan pemukiman Suku Bajo cukup sulit. D.Keistimewaan Suku Bajo Suku Bajo memiliki banyak keistimewaan tersendiri, diantara salah satunya yakni menjadikan perahu atau sampan sebagai tempat hidup dan alat transportasi utama. Lebih dari itu, sampannya juga digunakan sebagai tempat untuk mencari nafkah dengan menjual berbagai hasil tangkapan laut sebagai mata pencaharian utama mereka. Selain sampan sebagai tempat berkegiatan ekonomi, kerajinan kain tenun tradisional juga menjadi kegiatan tak terpisahkan dari kaum ibu di Wakatobi tersebut. Kain-kain seperti ledja dan kasopa ditenun dengan alat-alat tradisional dengan motif yang khas. Suku Bajo lebih percaya kepada kearifan lokal ketimbang berbagai instrumen modernitas yang masih berkembang di luar kebudayaan laut suku di Wakatobi tersebut. Dari segi bahasa, kendati orang Bajo mempunyai satu bahasa. Namun dialek mereka terpengaruh dengan bahasa-bahasa daerah tempat mereka bermukim. Seperti di kabupaten Lembata, mereka hanya berbahasa Bajo dengan kaumnya, sementara itu mereka berbahasa Lamaholot bila bertemu di pasar atau berinteraksi dengan penduduk luar kelompoknya. Orang Bajo terutama di Sulawesi Selatan banyak mengadaptasi adat istiadat orang Bugis atau Makassar. Atau juga adat istiadat Buton di Sulawesi Tenggara. Sedangkan orang Bajo di Sumbawa cenderung mengambil adat Bugis, bahkan seringkali mengidentifikasi dirinya sebagai orang Bugis/Buton di beberapa daerah.Meskipun telah ratusan tahun tinggal bersama penduduk lokal yang beragama Katolik atau Kristen di NTT, orang Bajo tetap sampai sekarang taat menganut agama Islam, dan bagi mereka Islam adalah satu-satunya agama yang menjadi ciri khas suku ini. Menjaga kekayaan laut adalah salah sifat yang diemban oleh suku Bajo. Dengan kearifannya mereka mampu menyesuaikan diri dengan ganasnya lautan. BAB III PENUTUP A.Kesimpulan 1.Dalam Suku Bajo dikenal empat kelompok masyarakat menurut kebiasaannya bernelayan, yakni kelompok lilibu, kelompok papongka, kelompok sakai, dan kelompok lame. 2.Asal usul suku Bajo,terdapat banyak versi diantaranya : Suku Bajo merupakan suku laut yang berasal dari Johor Malaysia yang kemudian menyebar hingga ke Sulawesi, NTT, Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau sekitar di Indonesia. Suku Bajo berasal dari Vietnam dan Philipina. Di sisi lain terdapat argumen yang menyatakan bahwa suku Bajo berasal dari daerah di selatan Philipina . Versi lain dari asal usul suku Bajo adalah bahwa suku Bajo merupakan campuran dari Cina Selatan dan Kalimantan Timur.Selain itu ada juga versi lain,yakni :  lontarak riolo peninggalan kerajaan Bone menyebutkan bahwa suku Bajo berasal dari daerah di selatan Afrika. Dalam lontarak tersebut terdapat banyak kata Bajo dan afrika sehingga dikaitkan sebagai asal dari suku ini.  suku Bajo berasal dari prajurit Malaka yang tidak menerima kehadiran Portugis di Malaka sehingga mereka menyebar ke kawasan Timur Nusantara, membentuk komunitas suku Bajo.  Salah satu Lontarak Bajo mengatakan bahwa suku Bajo berasal dari suku Makassar.  Persebaran Suku Bajo di banyak tempat di pesisir Indonesia, Malaysia, Brunei, Philipina, Vietnam, dan Thailand. Di Indonesia sendiri, letak persebaran suku Bajo, bermula dari Malaysia yang datang ke Sulawesi. Dari Sulawesi, suku Bajo menyebar ke Manado, Ambogaya, kalimantan, sulawesi tenggara, NTT, NTB, Papua, pesisir Sumatera dan tersebar banyak lagi di pulau-pulau terpencil di Nusantara. 3.Meskipun dalam kehidupannya,Agama yang dianut Suku bajo ialah agama Islam, namun mereka masih hidup dalam dimensi leluhur. Budaya mantera mantera, sesajen serta kepercayaan roh jahat masih mendominasi kehidupan mereka. Rumah orang orang bajo sangat jarang dipenuhi perabot furniture seperti kursi meja kecuali memang mereka orang terpandang seperti kepala desa, pemilik warung atau pedagang.Bagi suku Bajo, Laut adalah sebuah masa lalu, kekinian dan harapan masa mendatang. Laut adalah segalanya, laut adalah kehidupannya, laut adalah ombok lao, atau raja laut. Suku Bajo hidup dari melaut,tidak mengherankan masyarakat Suku Bajo identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan.Pendidikan belum dipandang sebagai prioritas utama. 4.Suku Bajo memiliki banyak keunikannya tersendiri, diantara salah satunya yakni menjadikan perahu atau sampan sebagai tempat hidup dan alat transportasi utama. Lebih dari itu, sampannya juga digunakan sebagai tempat untuk mencari nafkah dengan menjual berbagai hasil tangkapan laut sebagai mata pencaharian utama mereka.Dari segi bahasa, kendati orang Bajo mempunyai satu bahasa. Namun dialek mereka terpengaruh dengan bahasa-bahasa daerah tempat mereka bermukim. Orang Bajo terutama di Sulawesi Selatan banyak mengadaptasi adat istiadat orang Bugis atau Makassar..Meskipun telah ratusan tahun tinggal bersama penduduk lokal yang beragama Katolik atau Kristen di NTT, orang Bajo tetap sampai sekarang taat menganut agama Islam, dan bagi mereka Islam adalah satu-satunya agama yang menjadi ciri khas suku ini. Menjaga kekayaan laut adalah salah sifat yang diemban oleh suku Bajo. Dengan kearifannya mereka mampu menyesuaikan diri dengan ganasnya lautan. B.Saran 1.Perlunya diadakan penelitian yang mendalam mengenai kehidupan Suku Bajo. 2.Pemerintah hendaknya memperhatikan kehidupan Suku – suku yang tidak terjangkau dengan kehidupan modern seperti ,Suku Bajo khususnya dalam hal pendidikan.Karena banyak potensi dan sumber daya kemaritiman yang dimiliki oleh Suku Bajo .   DAFTAR PUSTAKA http://blog.imanbrotoseno.com/?p=1600 http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/22/suku-bajo-dan-nasionalisme-etnik-di indonesia/ http://travel.detik.com/read/2012/04/25/140220/1901168/1025/suku-bajo-mencuri-perhatian-di-beijing-film-festival http://www.teguhsantoso.com/2010/12/sejarah-keunikan-dan-budaya-suku-bajo.html#ixzz27nhgfvhg LAMPIRAN POTRET KEHIDUPAN MASYARAKAT SUKU BAJO  

4 komentar:

  1. Assalaam. Artikel yang harus saya dalami untuk lebih mengetahui tentang etnik ini kerana di negeri saya, Sabah di Malaysia, kaum menjadi salah satu teras politik/Islam di sini. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. Assalaam. Artikel yang harus saya dalami untuk lebih mengetahui tentang etnik ini kerana di negeri saya, Sabah di Malaysia, kaum menjadi salah satu teras politik/Islam di sini. Terima kasih.

    BalasHapus
  3. coba mungkin bisa lebih dirapikan lagi penulisan artikelnya, supaya lebih enak untuk membaca..

    terimakasih

    BalasHapus
  4. ada nomer tlpon atau email untuk penulis ini? saya memiliki teman dari rusia yang ingin mendatangi suku bajao mohon email saya infonya: guntur.darja@gmail.com

    BalasHapus